Pages

Wednesday, July 31, 2013

Getting Over Garrett Delaney by Abby McDonald


Rating : 4 of 5 stars

Sejak pertama bertemu Garrett Delaney dua tahun sebelumnya Sadie sangat yakin bahwa Garrett adalah belahan jiwanya. Mereka sangat cocok satu sama lainnya sehingga tidak mungkin mereka tidak ditakdirkan untuk bersama.

Dua tahun berlalu dan Sadie masih dengan sabar menunggu takdirnya. Mengabaikan gadis-gadis cantik yang dikencani Garrett sambil terus berharap bahwa pada akhirnya Garrett akan bisa melihat betapa hubungan sempurnanya mereka berdua.

Ketika Sadie merasa akhirnya Garrett tertarik kepadanya, mereka malah terpisah selama liburan. Garrett menuju kamp menulis dan Sadie tetap di kota kecil mereka bekerja sebagai barista. Sambil menunggu dan berusaha mengartikan segala ucapan Garret Sadie malah mendapatkan berita kejutan dari Garrett. Garrett jatuh cinta. Lagi. dengan gadis yang menurutnya mirip dengan Sadie!

Sadie akhirnya tersadar. Garrett hanya menganggapnya teman, tidak lebih.  Dibantu teman-teman kerja dan 12 langkah self help dari ibunya, Sadie pun berjuang untuk melupakan cintanya kepada Garrett Delaney.

Sudah cukup lama saya tidak membaca YA karena hampir sepanjang tahun ini saya membaca fantasy. Dan saya akui saya cukup rindu membacanya. Dan beda dari tema percintaan biasa, di buku ini malah tokohnya berusaha melupakan perasaan cintanya kepada sahabat yang telah ditaksirnya sejak awal bertemu.

Sadie dan Garrett hampir tidak terpisahkan. Sama-sama memiliki hobi membaca dan menulis keduanya selalu menyisakan waktu untuk selalu bertemu. Atau lebih tepatnya Sadie akan langsung berlari meninggalkan semua urusannya apabila Garrett memanggilnya.

Ketika akhirnya Sadie membenahi perasaannya, ia tersadar bahwa selama ini kehidupan berputar disekitar apa yang diputuskan atau dipikirkan Garrett.

Ia memutuskan minum kopi hitam walaupun suka cappucino, berhenti membaca novel-novel bodice-ripper romance ibunya karena menurut Garrett buku-buku tersebut adalah sampah yang menyebut dirinya sebuah karya literatur, membeli tas selempang yang sama denganGarrett dan menolak berdandan karena (lagi-lagi) menurut Garrett itu palsu.
I wanted so badly for him to think we were the same: cultured minds, people who know great art and appreciate the classics.
 Walaupun saya cukup heran kenapa Sadie tidak menyadari bahwa semua gadis yang dikencani Garrett dan cewek-cewek populer dan drama queen.
Sadie pun kemudian berusaha melepaskan semua atribut Garrett dari dirinya, dan kemudian ia menyadari bahwa tanpa Garrett ia sama sekali tidak memiliki kepribadian sendiri.
What if the very fabric of me, Sadie Elisabeth Allen, has been molded and shaped so much by who he is... I need to find out who I am without him.
Dan ketika ia sudah bisa menemukan dirinya sendiri, muncul pertanyaan baru bagi Sadie. Bagaimana jika ia jatuh cinta lagi? Tidakkah ia ingin bersama dengan orang yang dicintainya? Apakah itu akan membuat ia terjerumus kembali ke lubang yang sama? Tidak bisakah mencintai seseorang dengan tetap menjadi diri sendiri?

Novel ini sangat berbeda dengan novel-novel YA lainnya. Dan menurut saya permasalahan yang dihadapi Sadie ini banyak dihadapi oleh pasangan manapun di semua tahap kehidupan.

Dari yang saya baca, inti utama dari cerita ini adalah bahwa ketika kita mencintai seseorang bukan berarti kita membungkus kehidupan kita agar selalu berputar di sekeliling pasangan kita. Melupakan kepribadian kita sendiri yang unik, meninggalkan teman-teman dan pergaulan agar bisa bersama pasangan kita kapanpun dimanapun juga.

Cinta yang matang adalah kesatuan yang menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cintalah paradoks ini terjadi, bahwa ketika dua manusia menjadi satu, mereka tetaplah dua (sumber :ga inget XD )
4 bintang saya hadiahkan kepada buku ini. Dengan temanya yang berbeda, penulisan yang bagus dan semua kutipan-kutipan yang saya highlight di reader saya :)

2 comments: