Judul : Dear Prudence
Pengarang : @danniefaizal
Penerbit : Bentang Belia
Tahun : 2014
ISBN : 978-602-7975-79-8
Halaman : 252
Harga : Rp. 44.000,- (normal)
Sinopsis
Astaga, rambut gue pitak! Senior
gue memangkas jambul kebanggaan gue dengan asal. Demi Tuhan, di sini ada
ratusan mahasiswi bening yang salah satunya mungkin bisa gue ‘prospek’ ke
depannya. Dengan rambut pitak begini, paling cuma perawan tua penjaga kantin
yang bisa gue pacarin.
"Lo kaya Klingon."
Coba lo bayangin, itu tadi
komentar salah satu mahasiswi cantik di kampus gue, Prue. Harga diri gue
langsung terjun bebas ke jurang. Klingon, karakter absurd di film Startrek yang
berjidat lebar dan jelek banget.
Tapi sejak saat itu gue jatuh
cinta sama cewek yang ngatain gue dengan kejam itu. Setiap hari, selama hampir
dua tahun gue terus mengejarnya. Teman-teman bilang gue bodoh karena rela
nunggu terlalu lama. Nyokap gue malah bilang; bahwa arus hidup kadang membawa
kita ke tikungan lain, dan menyarankan agar coba melihat cewek lain. Tapi gue kekeuh, gue nggak mau ikut tikungan
lain itu. Dalam hal cita-cita pun begitu. Gue pengin jadi Motion Graphic Designer besar,
pokoknya menghasilkan suatu karya besar yang bikin nama gue diingat orang
banyak, nggak ada cita-cita lain.
Tapi gue nggak pernah tahu,
apakah gue benar ataukah nyokap gue yang benar….
Review
Irvine jatuh cinta kepada
Prudence sejak dipanggil Klingon oleh Prue di masa orientasi mahasiswa baru di
kampus mereka. Sejak saat itu sampai bertahun-tahun kemudian ia setia mencintai
Prue, menemaninya (shopping) saat cewek itu membutuhkannya dan terus berusaha
mencari celah yang tepat untuk menyatakan cinta.
Tapi bertahun-tahun berusaha pendekatan Irvine kepada Prue tak kunjung memberikan hasil. Sementara itu hidup terus berjalan, membawa Irvine ke kiri dan ke kanan, melaju mulus kemudian terantuk di jalan berlubang, membawa Irvine yang berusaha mewujudkan mimpi dan meraih cintanya.
1. Saya suka cover bukunya.
Walaupun bukan penggemar Beatles
dan baru tahu kalau ‘Dear Prudence’ adalah salah salah satu judul lagu mereka
(setelah membaca review-review buku ini di goodreads), saya mengenali adegan di
cover buku ini. Saya pernah melihat salah satu videoklip Beatles dimana para
bujang tampan itu sedang menyeberangi jalan dengan bertelanjang kaki (betul ga
ya?). Cover buku ini sangat beraroma Beatles.
2. SUKAAA pembatas bukunya!
Mungil, unik dan cantik. Sayangnya
terbuat dari bahan yang terlalu tipis sehingga kurang bisa melaksanakan
fungsinya sebagai pembatas buku. Saya harus beberapa kali mencari sebelum bisa
menemukan dihalaman berapa pembatas buku ini berada. Ujung-ujungnya saya
menggunakan pembatas buku lain yang selalu tersedia dikamar saya saat membaca
buku ini. Sepertinya pembatas buku ini mesti saya laminating dulu supaya bisa digunakan...
3. Walau hal ini sudah sering
terjadi, tapi tetep aja bikin saya sedikit kecewa. Saya terkecoh dengan
sinopsisnya...
Dari sinopsisnya saya
membayangkan settingan waktu cerita ini adalah saat Irvine berada di awal tahun
ketiga kuliahnya. Lihat kata-kata “masa orientasi” dan “...selama hampir dua
tahun gue terus mengejarnya” di bagian sinopsis.
Ternyata saya salah. Alur waktu
di buku ini berpindah-pindah dari masa sekarang (sesudah tamat kuliah) dan
kemudian meloncat ke masa lalu Irvine (saat magang kuliah). Untung saja
perpindahan settingan waktu ini cukup jelas sehingga tidak membuat saya
bingung.
4. “Daftar Isi” yang unik
Buku ini terdiri dari beberapa
bab yang terbagi lagi menjadi beberapa sub-sub bab. Setiap bab memiliki judul
yang sama dengan salah satu judul lagu Beatles dan dilengkapi oleh gambar satu
halaman penuh yang berbeda-beda tiap babnya. Yang uniknya, judul-judul bab ini
dirangkum dalam sebuah ‘daftar isi’ di bagian awal buku dalam bentuk sebuah
piringan hitam.
Saya kagum dengan kreatifitas dan keunikan penulis dan tim penerbit dalam mempersiapkan buku ini.
5. Tokoh-tokoh yang...
Sebagai tokoh utama di buku ini,
Irvine sama sekali tidak membuat saya terkesan. Selama membaca buku ini saya
merasa gemas (dalam artian negatif) kepada Irvine. Irvine bercita-cita untuk
menjadi motion graphic designer
ternama tapi ia meremehkan pekerjaan-pekerjaan kecil yang dipercayakan
kepadanya. Bukankah sesuatu yang besar bermula dari hal-hal kecil?
Sifatnya yang pemalas tapi ingin
dihargai dan etos kerja yang buruk benar-benar membuat saya mengernyitkan dahi.
Apalagi saya membaca buku ini tidak lama sesudah membaca Career First.
Perkembangan karakter Irvine juga
tidak terlalu terasa. Bahkan setelah menyebabkan perusahaan tempatnya magang
dituntut milyaran rupiah. Ataupun ketika ibunya meninggal (spoiler). Hanya dibagian
akhir terlihat perubahan Irvine dimana cowok ini ternyata mencapai sukses bukan
dari hal yang diimpikannya, tetapi dari hal yang disukainya. Saya cukup
menyukai Irvine di bagian ini.
Prudence sama sekali tidak
memberikan pengaruh yang signifikan bagi jalan cerita. Setiap kali muncul kegiatan yang dilakukan oleh Prue adalah berbelanja atau menonton atau ke pesta.
Satu-satunya momen saat saya bisa merasakan Prue adalah ketika Prue dan Irvine
berlibur ke Kawah Putih. Yang juga merupakan satu-satunya adegan dimana Irvine
benar-benar ‘bicara’ dengan Prue.
Lusy adalah satu-satunya tokoh
yang menarik dibuku ini. Awalnya gadis ini terasa jutek dan sombong, atau
terasa seperti itu karena saya mengenal Lusy dari sudut pandang Irvine. Tapi ternyata
Lusy kemudian berubah menjadi teman tempat curhat Irvine tentang Prue. Kejutan terakhir
mengenai Lusy membuat buku ini terasa manis buat saya :)
6. Judul?
Dear Prudence adalah judul buku
ini. Tapi seperti yang saya tuliskan diatas, Prue sama sekali tidak memberikan
pengaruh yang signifikan di buku ini. Bukan Prue yang menjadi tokoh utama,
bukan pula Prue yang menjadi jalan cerita.
Buku ini berkisah mengenai seorang
Irvine Suherman. Mengenai mimpinya untuk menjadi mograph designer yang menghasilkan karya besar dan dikenang lama, pengalamannya magang di sebuah TV
berita nasional, lelucon-leluconnya yang kadang lucu kadang garing, perjalanan
hidup yang ditoreh duka, dan juga mengenai cintanya yang seperti bertepuk
sebelah tangan.
Bahkan ketika Irvine mencapai
kesuksesannya itupun juga bukan karena Prue, tetapi karena kelihaian Irvine
mencurahkan perasaan tentang Prue.
Bagi saya buku ini lebih terasa
menyenandungkan “Hey Jude” daripada “Dear Prudence”.
Ketika menerima buku ini dari
penulis, saya mendapatkan sebuah catatan ucapan terimakasih dari penulis karena
sudah bersedia mereview buku ini. Well,
seharusnya saya yang berterimakasih kepada Mas Dannie karena sudah mempercayakan
harta berharganya ini kepada saya.
Inilah review jujur saya mengenai
buku anda. Dan seperti yang dinyatakan Yeast, “...I have spread my dreams under your feet ; Tread softly because
you tread on my dreams...”, semoga tidak ada kata-kata saya yang
menyinggung perasaan...
Dan sesuai tema buku ini yang
begitu musikal, saya menulis review ini ditemani La Vie en Rose yang menurut saya sangat
menggambarkan impian Irvine tentang Prue :)
artikelnya menarik mbak,,sukses terus
ReplyDelete