Pages

Sunday, May 6, 2012

The False Princess by Eilis O'Neal





My rating: 5 of 5 stars


“A high room with thrones at the end, and lying before them in a pool of blood, a girl, pale with death. A golden crown lay near her, the blood spreading out toward it. Behind her, fifteen lamps winked out.” (ramalan untuk putri mahkota Thorvaldor)


Putri Nalia, putri mahkota kerajaan Thorvaldor, sejak lahir telah dipersiapkan untuk menjadi ratu, memerintah kerajaannya setelah ayahnya meninggal. Walaupun pemalu, kikuk dan sering merasa tidak anggun, Nalia pintar dalam hal pelajaran. Dan ia selalu ditemani Keirnan, putra Earl of Rithia, satu-satunya teman yang dimiliki oleh Naila.

Bayangkan betapa syoknya Naila ketika ia diberitahu oleh Raja dan Ratu bahwa sebenarnya ia bukanlah putri yang asli. Putri Naila yang asli disembunyikan disebuah biara karena ramalan yang datang sebelum ia lahir bahwa ia akan dibunuh sebelum berumur enambelas tahun. Untuk mencegah terwujudnya ramalan ini, maka setelah putri mahkota lahir ia kemudian ditukar dengan seorang bayi lain, yang kemudian hidup sebagai putri mahkota sampai batas waktu ramalan lewat. Dengan kata lain, si bayi ini dipersiapkan untuk menerima takdir buruk si putri asli.

Sekarang, setelah enambelas tahun berlalu Raja dan Ratu bermaksud membawa kembali putri mereka yang disembunyikan untuk tinggal diistana. Pada pagi itu status dan identitas diri Nalia dicabut. Ia bukan lagi Nalia si putri mahkota, melainkan Sinda si rakyat biasa.

Dengan hanya dibekali sekantong kecil uang dan pakaian paling buruk diistana, Sinda dikirim kerumah bibinya untuk tinggal. Hubungan mereka kurang baik karena si bibi membenci ibu Sinda. Menurut bibinya, ibu Sindalah yang menyebabkan kematian ayah Sinda.

Sementara itu Sinda juga masih syok, bingung dan pedih mengenai dirinya sendiri. Seumur hidup ia dibesarkan sebagai Naila, dan sekarang ia harus beradaptasi menjadi Sinda yang harus mengerjakan sendiri segala sesuatunya. Belum lagi gosip-gosip yang harus dihadapinya di desa kecil tempat tinggal bibinya itu. Tidak memiliki teman dan menjadi bahan tertawaan setiap kali ia lewat. Kerasnya hidup membuat si mantan putri ini menjadi sedikit pahit. Kepahitan inilah yang menyebabkan Sinda bersikap kejam ketika Keirnan datang menemuinya.

Kemudian Sinda mendapati dirinya memiliki bakat sihir. Bakat yang diturunkan oleh ibunya. Dan iapun membuat keputusan. Ia akan kembali ke ibukota, mendaftar ke sekolah sihir dan menitis karir menjadi seorang penyihir. Ia memang bukan lagi Nalia sang putri, tapi ia bisa menjadi Sinda sang penyihir!

Tetapi sesampainya di kota, semua rencananya tidak berjalan mulus. Bahkan setelah mempelajari sihirpun ia tetap tidak bisa menguasainya sepenuhnya. Dengan susah payah Sinda berusaha memperbaiki hidupnya. dan ketika hidupnya mulai membaik dan ia kembali berteman dengan Keirnan, Sinda mendapatkan bahwa Putri Nalia yang sekarang ada diistana bukanlah putri yang asli!

Seolah mendapatkan inspirasi baru, Sinda berjuang sekuat tenaga untuk mencari putri yang sebenarnya. Ia menolak meminta pertolongan dari pihak lain karena dibawah sadarnya ia ingin dikenal sebagai penyelamat sang putri. Hal ini menimbulkan pertengkaran kembali diantara Sinda dan Keirnan. Keirnan menolak membantu Sinda dan lebih memutuskan untuk meminta bantuan dari pihak lain.


Baru membaca bab pertama buku ini sudah membuat mata saya berkaca-kaca dan hati serasa ngilu. Sikap Nalia/Sinda saat menerima berita bahwa dirinya bukanlah putri yang asli benar-benar bikin sedih. Karena emang dasarnya pemalu dan tidak suka konfrontasi, Sinda hanya bisa menerima berita itu dengan diam. Belum lagi ia bisa mencerna kenyataan bahwa dirinya bukan orang yang selama ini dipikirkannya, pada hari yang sama Sinda juga harus langsung meninggalkan istana. Benar-benar nasib Sinda ini seperti “sudah jatuh tertimpa tangga pula.”

Saya sedikit kesal dengan Raja dan Ratu. Enambelas tahun membesarkan Sinda, tidak adakah sedikit kasih sayang yang mereka rasakan kepada gadis itu? Memang dari awal mereka tahu bahwa Sinda bukanlah putri mereka, tapi tetap saja enambelas tahun adalah waktu yang lama untuk mengenal seseorang.

Dalam buku ini Sinda harus berjuang keras untuk mencari identitas dirinya. Siapakah dia sebenarnya? Jelas ia bukan putri mahkota Thorvaldor. Tapi “Sinda” juga merupakan sosok yang asing baginya.

Dalam perjalanan hidupnya yang baru ini Sinda belajar menguasai kelemahannya dan berubah menjadi gadis yang lebih kuat. Ia tidak lagi mudah berputus asa dan hanya duduk menunggu nasibnya ditentukan oleh orang lain.

Selain itu ia juga menemukan cinta yang sebenarnya telah ada lama didalam dirinya. Dulu sama sekali tidak terbayang olehnya untuk jatuh cinta kepada Kiernan. Sebagai putri mahkota, ia tidak akan diperbolehkan menikah dengan pria yang kedudukannya jauh lebih rendah. Sekarang, sebagai seorang Sinda, ia juga menghadapi dilema yang hampir sama. Hanya saja saat ini dirinyalah yang memiliki kedudukan yang lebih rendah. Mungkinkan Earl of Rithia mengijinkan putranya menikah dengan rakyat biasa?

Saya memberi 5* untuk buku ini bukan hanya karena ceritanya yang sangat bagus. Salahsatu alasan lainnya adalah karena ini buku pertama yang diterbitkan oleh Eilis O’Neal! Sebagai buku perdana, buku ini benar-benar dipersiapkan dengan baik. Bab pertama dari buku ini saja sudah bisa memikat kita untuk terus melanjutkan sampai kelembaran terakhir. Sungguh tidak sabar menunggu karya-karya Eilis O’Neal selanjutnya...

2 comments:

  1. endingnya apa novel ini? seru ga? kasih tau dongg,,

    ReplyDelete
    Replies
    1. endingnya happy dong... saya agak alergi ama yang sad end. hehehehe...

      Delete