Dua hari sebelum masa bebas bersyaratnya datang Shadow dikejutkan oleh berita duka kematian istri dan sahabatnya karena kecelakaan dijalan raya pada dini hari. Dibebaskan lebih cepat Shadow kemudian mengejar pesawat untuk bisa pulang menghadiri pemakaman istrinya. Di pesawat Shadow bertemu dengan Mr. Wednesday yang menawari pekerjaan kepadanya.
Begaimanapun Shadow berusaha menghindari Mr. Wednesday dengan turun pesawat saat transit dan berniat melanjutkan perjalanan dengan mobil, Mr. Wednesday tetap bisa menemukan Shadow. Shadow akhirnya menyerah dan bersedia bekerja untuk Mr. Wednesday sebagai supir, pesuruh dan juga tukang pukul.
Ketika sampai dirumahnya, Shadow baru mengetahui bahwa kematian istrinya, Laura, disebabkan karena sedang berhubungan intim dengan sahabatnya, Robbie, didalam kendaraan yang sedang melaju dijalan raya. Pada pemakaman Laura, Shadow menghadiahkan koin yang didapatkannya dari Mad Sweeney, si leprechaun. Sejak saat itu, setiap kali Shadow terancam bahaya Laura selalu datang menolongnya.
Karena terluka dan tidak ingin mendapatkan pandangan simpati dari penduduk kota Shadow memutuskan untuk segera meninggalkan kota tempat tinggalnya. Sebelum sempat mendatangi Mr. Wednesday yang menunggunya di hotel, Shadow diculik oleh seorang laki-laki muda yang mengendarai limusin dan para tukang pukulnya. Setelah puas memukuli Shadow, mereka memberikan pesan kepada Mr. Wednesday bahwa masa kejayaannya telah berakhir dan rencana yang dibuatnya hanya sia-sia belaka.
Setelah kejadian tersebut, Shadow berkelana menjelajah Amerika bersama Mr. Wednesday, menemui para dewa-dewa lama yang bersemayam di Amerika. Ia bertemu dengan Dewi Kali atau yang disebut Mama-ji, Anansi, Eostre, Alviss si kurcaci, Whiskey Jack si Indian, Mr. Ibis dan Mr. Jacquel yang memiliki rumah duka, dll.
Ada yang tertarik dengan niat Mr. Wednesday untuk memerangi pada dewa baru ini dan ada juga yang menentangnya. Bagi mereka, masih bisa hidup dijaman modern ini sudah merupakan berkah tersendiri.
Pihak Dewa Modern yang diketuai Mr. World kemudian meminta pertemuan damai kepada Mr. Wednesday dengan tujuan meredam perang yang akan terjadi dan hidup damai berdampingan. Tapi di pertemuan tersebut pengkhianatan kembali terjadi yang menyebabkan para dewa lama langsung angkat senjata...
Saya tahu review saya ini tidak bisa mewakili seluruh buku. Begitu banyak cerita yang terdapat dalam buku ini. Kisah para dewa-dewa yang dibawa kedaratan baru dan kemudian terlupakan. Kehidupan mereka dimasa kini dan persaingan dengan para dewa-dewa baru.
Kisah perjalanan hidup Shadow yang terbuka sekaligus juga penuh rahasia, mulai dari awal kelahirannya. Ataupun juga mengenai luka hati karena pengkhianatan istrinya. Juga pernyataan Laura bahwa walaupun ia bahagia sebagai istri Shadow, tetapi ada saat-saat dimana ia merasakan kekosongan dalam diri Shadow. Seolah-olah Shadow tidak hidup sama sekali.
Ucapan Laura ini sangat mencambuk diri Shadow. Jadi ketika datang kesempatan dimana Shadow harus memilih untuk tetap hidup tetapi “kosong” atau mati tetapi “hidup”, Shadow samasekali tidak ragu untuk memilih.
Setiap beberapa bab Neil Gaiman menyisipkan kisah-kisah kedatangan para dewa ke dunia barat (baca : Amerika). Banyak sekali cerita sehingga saat membaca kita berpikir apa hubungannya dengan perjalanan Shadow? Tapi bab-bab ini penting untuk dibaca karena disinilah kita bisa merasakan saat-saat mereka dipuja dan kemudian terbenam dalam ingatan pengikutnya.
Ada Bilquis, sang ratu Sheba, yang pada masa-masa jaya kehidupannya pernah dipuja sebagai seorang dewi, harus berakhir di kawasan lampu merah di Los Angeles.
Ada Ifrit yang harus bekerja 2 shift langsung sebagai supir taksi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ada kisah Agasu dan Watutu, saudara kembar yang kemudian terpisah karena perbudakan tapi tetap bertahan dan dilindungi oleh dewa-dewi mereka.
Ada Nunyunnini, dewa para suku kelana dari Dataran Utara yang memerintakan sukunya pindah dari tanah yang mereka diami sekarang, karena akan terjadi bencana, dan menuju kearah matahari terbit dimana tanah yang luas dan kosong menunggu mereka. Ketika suku tersebut sampai ketanah yang dijanjikan dan kemudian musnah, Nunyunnini dan jubah mammothnya-pun terlupakan.
Ada Odin dan Loki yang harus bertahan hidup dengan menjadi seniman penipu. Czernoborg dan palunya harus bekerja di pabrik daging, 3 Zorya bersaudara harus memalsukan ramalan-ramalan mereka karena manusia biasa hanya ingin mendengarkan ramalan yang menyenangkan mereka saja.
Setengah isi buku ini berisi dongeng-dongeng tentang para dewa-dewi yang terlupakan ini. Setengahnya berisi tentang perjalanan Shadow yang menemani Mr. Wednesday mengarungi badai besar yang akan datang. Pertempuran antara para Dewa-dewa lama dan Dewa-dewa modern.
Mungkin kita bertanya-tanya, sebagai seorang Dewa mengapa mereka tidak menggunakan kekuatannya untuk hidup enak? Dari kisah-kisah itulah kita mendapatkan jawabannya. Seiring dengan semakin berkurangnya pengikut mereka berikut dengan persembahan darah yang biasa dilakukan oleh pengikut-pengikut mereka dijaman kuno, kekuatan merekapun semakin berkurang hingga hanya cukup untuk bertahan hidup dimasa modern ini.
Dan hal ini yang menyebabkan para dewa-dewa modern hidup makmur. Persembahan mereka tidak lagi berupa darah atau nyawa.
Setiap waktu yang dihabiskan oleh seorang manusia didepan televisi akan meningkatkan kekuatan Dewi Media. Setiap jarak yang ditempuh oleh kendaraan seseorang merupakan persembahan bagi Dewa Jalan Tol. Dan setiap panggilan dan sms dari telepon seseorang merupakan kurban bagi Dewa Komunikasi.
Nah bagaimanakah akhir dari pertempuran besar antara para Dewa lama yang terlupakan dengan para dewa Modern yang angkuh dan serakah? Dengan masa hidup yang lebih lama dan otak yang penuh intrik dan licik, mampukan mereka mengalahkan dewa-dewa modern? Dan apakah Amerika , tanah yang tidak ramah kepada para Dewa, akan berdiam diri menghadapi badai besar ini?
Ending dari buku ini sangat tidak terduga. Siapa melawan siapa, dan siapa yang dijadikan domba korban dan alat pemujaan menjadi twist yang mengejutkan dibuku ini.
Tidak heran buku ini mendapatkan banyak sekali penghargaan...
Nah, setelah segala puja-puji mengenai buku ini saya punya sedikit masalah dengan terjemahannya. Saya ga bilang terjemahannya jelek, tidak. Tapi menurut saya ada terjemahan yang kurang pas, baik dari kata yang diterjemahkan ataupun urutan katanya.
Contohnya : pada halaman 106 ada kalimat “Dia membangunnya dengan tangannya dari tulang belulang dan daging Ymir, kakeknya, yang hancur.”
Saya cek englishnya : “He built it with his hands from the shattered bones and the flesh of Ymir, his grandfather.”
Apa tidak lebih cocok terjemahannya seperti ini : “Dia membangunnya dengan tangannya dari serpihan tulang belulang dan daging Ymir, kakeknya.”
Atau dihalaman 123 : ...atau desisan kayu bergeser dengan kayu saat digeserkan dari satu kotak ke kotak sebelahnya.
Englishnya : ...or the hiss of wood against wood as they were slid from square to adjoining square.
Mungkin lebih cocok : ... atau desisan kayu dengan kayu saat mereka digeserkan dari satu kotak...
Atau dihalaman 80 ada warna “ungu tua berdarah” (deep bloody purple), atau bunga “lili di lembah-lembah” (the lily of the valleys, yang dibuku-buku terjemahan lain nama bunga ini tidak diterjemahkan). Jadi bertanya-tanya bagaimana penerjemah akan menerjemahkan baby’s breath. Bunga Napas Bayi???
Atau dihalaman 273: ... dan pegangannya dari kulit mutiara (had a mother-of-pearl handle). Mungkin lebih cocok cangkang mutiara *susah payah ngebayangin kulit mutiara*
Dan kalau saya baca tentang daerah tempat tinggal suku Indian, biasanya diterjemahkan sebagai daerah konservasi. Dibuku ini diterjemahkan sebagai kawasan pelestarian. Aneh aja bacanya. Yuk, rame-rame kita lestarikan suku Indian. Hihihihi...
Juga ada ketidak konsistenan dalam penerjemahan. Di bagian awal Shadow digambarkan bermain dam dengan Czernoborg. Dibagian akhir Shadow diundang bermain checkers oleh Czernoborg.
Belum lagi kesalahan ejaan atau penulisan. contoh : Kalanu (nama orang) ditulis Kalani. Apa penerjemah lagi bingung ya, soalnya istri Kalanu namanya Dalani. hehehehe...
Dan menurut saya, ada banyak sekali terjemahan yang seperti ini dibuku American Gods versi Indonesia ini. Rasanya tiap sepuluh halaman saya menemukan satu kata/kalimat/istilah yang bikin bingung. Buku tulis saya rasanya penuh dengan kalimat-kalimat aneh yang saya kutip dari buku ini..
Jujur saja, saya agak jengkel sewaktu awal-awal membaca buku ini dan berniat untuk pindah ke versi Englishnya. Tetapi setelah diselingi dengan keriuhan BBI 1st Giveaway, emosi saya mulai menurun dan bertekad untuk menyelesaikan buku versi terjemahan ini.
Salah satu poin yang menegaskan tekad saya ini adalah harga buku yang menurut saya, setelah selesai membaca buku ini, sama sekali tidak pantas dipatok dengan harga 125 ribu rupiah!