Showing posts with label metropop. Show all posts
Showing posts with label metropop. Show all posts

Monday, January 11, 2016

Friends Don't Kiss by Syafrina Siregar



Judul          : Friends Don't Kiss
Pengarang : Syafrina Siregar
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Tahun        : 2014
ISBN         : 9786020310787
Halaman   : 208
Rating       : 2 of 5 stars




Bagi Mia Ramsy, menyusui adalah salah satu ekspresi cinta terbesar seorang ibu bagi anaknya. Tapi bagi Ryan Subagyo, setiap mendengar kata “menyusui”, yang muncul di benaknya hanyalah bayangan payudara wanita.

Namun, kegigihan Mia memperjuangkan hak setiap bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif lewat Indonesian Breastfeeding Mothers—organisasi nirlaba tempat gadis itu mengabdi—justru semakin membuat Ryan jatuh cinta padanya.

Ryan semakin yakin Mia berbeda dari gadis-gadis yang selama ini ia temui. Kekayaan, kesuksesan, dan ketampanannya memang membuat Ryan dikejar banyak gadis, tetapi belum ada yang mampu menggetarkan hatinya. Hanya Mia yang mampu membuat Ryan untuk pertama kalinya memikirkan pernikahan.

Namun, apakah lamaran Ryan akan diterima jika gadis itu mengetahui siapa Ryan Subagyo sebenarnya?




Mia Ramsy, gadis mungil berambut pendek, adalah seorang konselor laktasi di sebuah organisasi nirlaba IBM - Indonesian Breastfeeding Mothers - yang mensosialisasikan kepada ibu hamil/baru melahirkan perlunya ASI eksklusif hingga bayi berumur enam bulan. Kemudian dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI hingga bayi berumur dua tahun.

Friday, December 18, 2015

Akulah Arjuna by Nima Mumtaz





Judul          : Akulah Arjuna
Pengarang  : Nima Mumtaz
Penerbit     : ElexMedia Komputindo
ISBN         : 9786020247717
Tahun         : 2014
Halaman    : 452
Rating        : 4 of 5 stars


Sinopsis

Pencarian cinta seorang Arjuna. Antara hati dan logikanya. Oke, inilah masalah pelik yang membelitku. Aku beristri dua! Upss... punya pacar dua, tepatnya. Eehhh, enggak juga. Yang pasti saya punya dua pasangan tapiii… gak tepat juga ini, jadi apa istilah yang pas, ya?

Dalam khayalanku yang terliar pun gak akan pernah aku bayangin dapet nasib kayak gini. Aku adalah tipe lelaki setia yang tak akan pernah mempunyai dua pasangan dalam satu waktu bersamaan. Itu pantangan buat aku.Tapi sialnya itulah yang terjadi sekarang ini. Walaupun ini bukan mauku dan gak pernah kusengaja. Suer!

Di satu sisi aku udah punya Nina – walaupun dia gak secara langsung mengiyakan permintaanku, tapi boleh, dong aku kepedean nyebut dia pacar. Secara dia juga memperlakukan aku seperti pacarnya. Tapi di sisi lain ada anak bos si setan cilik yang nyebelin itu, yang memproklamirkan diri sebagai pasanganku di kantor. Indah bukan? Banget! Bahkan terlalu indah untuk playboy terganteng seperti aku sekalipun.


Review

Arjuna memang punya pesona. Senyum lima megawatt yang sering diumbarnya banyak memikat para wanita, terutama yang ada di kantornya. Walaupun sangat percaya diri tetapi Arjuna tetap malu-malu saat ingin meluahkan perasaannya kepada Nina.
Ketika akhirnya Juna berhasil menyatakan cinta (dengan tingkah dan joke yang agak malu-maluin), jawaban yang diberikan Nina hanyalah senyum malu dan wajah memerah. Dengan pede Juna mengartikannya sebagai jawaban 'ya'.

Thursday, December 17, 2015

In a Blue Moon by Ilana Tan

25053346 




Judul               : In a Blue Moon
Pengarang       : Ilana Tan
Penerbit          : PT. Gramedia Pustaka Utama
ISBN               : 9786020314624
Tahun              : 2015
Halaman         : 320
Rating             : 2,5 of 5 stars





“Apakah kau masih membenciku?”
“Aku heran kau merasa perlu bertanya.”

Lucas Ford pertama kali bertemu dengan Sophie Wilson di bulan Desember pada tahun terakhir SMA-nya. Gadis itu membencinya. Lucas kembali bertemu dengan Sophie di bulan Desember sepuluh tahun kemudian di kota New York. Gadis itu masih membencinya. Masalah utamanya bukan itu—oh, bukan!—melainkan kenyataan bahwa gadis yang membencinya itu kini ditetapkan sebagai tunangan Lucas oleh kakeknya yang suka ikut campur.

Lucas mendekati Sophie bukan karena perintah kakeknya. Ia mendekati Sophie karena ingin mengubah pendapat Sophie tentang dirinya. Juga karena ia ingin Sophie menyukainya sebesar ia menyukai gadis itu. Dan, kadang-kadang—ini sangat jarang terjadi, tentu saja—kakeknya bisa mengambil keputusan yang sangat tepat.




Lucas Ford, head chef restoran Ramsey milik keluarga, sama sekali tidak tahu kalau ia sudah ditunangkan oleh kakeknya, Gordon, dengan cucu perempuan teman Gordon. Bayangkan saja betapa terkejutnya Lucas saat menerima telepon dari kakeknya untuk datang ke sebuah pesta agar bisa bertemu dengan tunangannya itu. Tentu saja bagi Lucas pertunangan tersebut tidak nyata. Mana bisa kakeknya begitu saja memilih calon istri buat Lucas tanpa persetujuan laki-laki itu? Walaupun sang kakek mengancam menyerahkan Ramsey kepada keluarganya yang lain.
Kejutan lain yang  menunggu Lucas adalah si calon tunangannya itu sendiri. Sophie Wilson, seorang ahli patiseri dan pemilik toko kue yang terkenal dengan kelezatan tartletnya.

Lucas mengenal Sophie. Mereka dulu sekolah di SMA yang sama hingga kemudian Sophie pindah setelah kedua orang tuanya meninggal karena kecelakaan. Lucas sama sekali tidak bangga dengan perilakunya terhadap Sophie semasa SMA dulu. Ia menyebabkan Sophie di perolok-olok dan dibully hanya karena ingin menyelamatkan harga diri sendiri. Setelah pertemuan mereka kembali ini Lucas melihat sebuah kesempatan untuk meminta maaf kepada Sophie.

Bagi Sophie Wilson sendiri, Lucas adalah kenangan yang sangat  menyakitkan. Walaupun sudah sepuluh tahun berlalu kenangan atas masa-masa SMAnya masih terasa segar di ingatan Sophie. Usaha Lucas menemuinya untuk meminta maaf dihadapi Sophie dengan ketus. Memangnya meminta maaf akan membuat semua yang telah terjadi hilang begitu saja?


Tetapi yang tidak Sophie duga adalah kegigihan Lucas untuk meminta maaf. Semakin Lucas datang menemuinya semakin Sophie melihat perbedaan antara Lucas yang sekarang dengan cowok SMA yang dikenalnya dulu. Dan Lucas yang selalu mengenalkan Sophie ke semua orang sebagai tunangannya membuat Sophie sedikit berdebar.

Bisakah Sophie memaafkan Lucas? Lalu bagaimana dengan Miranda yang sering menemani Lucas kemana-mana, dan mantan pacar Sophie, Adrian, yang ingin kembali kepada Sophie?


Ini adalah buku pertama Ilana Tan yang saya baca. Saya sudah mendengar tentang seri 4 musimnya yang tersohor itu, tetapi belum punya hasrat untuk membacanya. In a Blue Moon ini sendiri menarik minat saya karena covernya yang sangat eye catching dengan nuansa biru dan gambaran kehangatan toko roti ditengah turunnya salju. Belum lagi promosi gila-gilaan dari penerbit dan antusiasme penggemarnya membuat saya jadi ikut penasaran dengan karya Ilana Tan.

Akhirnya, setelah berbulan-bulan terbit saya mendapatkan kesempatan membaca buku ini.

Dan...

Yah, begitulah...

Saya cuma bisa menyematkan 2,5 bintang saja untuk buku ini. Buat yang belum tau itu berarti bagi saya buku ini ada diantara “It’s Okay” sama “I Like It”.

Saya belum bisa bener-bener bilang suka karena masih banyak hal-hal mengganggu yang saya rasakan. Hampir sepanjang membaca saya merasa ceritanya datar saja. Nggak ada permasalahan berarti yang membuat pembaca nggak sabaran untuk tau gimana kelanjutan cerita.

Nilai plus dari novel ini adalah covernya yang cantik, bahasa yang mengalir walaupun menggunakan bahasa yang agak formal dan usaha Lucas yang lumayan gigih untuk membuat Sophie menyukainya. Bahasa formal bukan merupakan halangan bagi saya untuk membaca sebuah buku selama digunakan dengan luwes. Dan Ilana Tan mampu melakukannya. Tidak berbunga-bunga memang, tetapi dengan kesederhanaan yang tetap bisa menyampaikan makna.

Saya semangat banget waktu tahu profesi kedua tokoh. Sophie punya toko kue dan ahli patiseri dan Lucas adalah seorang head chef di restoran ternama milik keluarga. Mengingatkan saya akan seri great chefs-nya Nora Robert dimana tokoh utama Summer adalah seorang dessert chef dan Carlo adalah celebrity chef. Di seri ini Nora Roberts mampu membuat kita menikmati keahlian Summer dan Carlo tanpa harus membuat mereka menjelaskan langkah-langkah penciptaan kreasi mereka. Ini membuat profesi kedua tokoh ini terasa 'believable'.

Sementara di novel ini kedua tokoh disibukkan dengan pesta, pertunjukkan Broadway, modeling, dll sehingga profesi mereka berdua seperti tempelan saja. Alangkah menariknya kalau passion terhadap profesi mereka juga digali sebagai pendukung cerita. Apalagi di masa sekarang ini di mana profesi chef merupakan profesi yang sangat bergengsi.

Ada beberapa hal yang terasa mengganggu saya saat membaca buku ini. Salah satunya adalah kebiasaan Sophie berbicara menggunakan nama lengkap Lucas Ford yang bikin saya gemes. Tidak apa-apa digunakan untuk sebuah penekanan, tetapi kalau diucapkan dalam percakapan antara dua orang yang sama-sama mengenal Lucas, rasanya konyol sekali. Malah saat Sophie ngomong ama diri sendiri tetap manggilnya Lucas Ford...

Oh ya, ada satu hal dari Lucas yang agak menyebalkan. Ketika mengejar Sophie seharusnya Lucas membatasi hubungannya dengan Miranda. Apalagi dengan begitu banyak orang mempertanyakan hubungannya dengan model tersebut. Miranda tidak bisa disalahkan kalau menganggap mereka mereka memiliki hubungan spesial dengan intensitas pertemuan dan 'kencan' yang mereka lakukan. Jadi dari sisi yang ini saya merasa Lucas itu sedikit bodoh karena tidak bisa membaca situasi.

Tidak ada perubahan karakter yang berarti karena mereka memang sudah mapan dengan diri sendiri. Tidak apa-apa... bukan masalah besar, karena Lucas yang muncul dari awal sampai akhir merupakan karakter paling manis yang ada di buku ini. Sophie sendiri juga sosok yang mudah disukai walaupun kebenciannya pada Lucas terasa agak ‘angin-anginan’. Sophie bukan tokoh lebay yang setiap ada masalah langsung kabur melarikan diri, dan Lucas juga bukan sosok alpha man yang merasa sikapnya tidak boleh dipertanyakan. Selain itu adapula tokoh-tokoh pendukung seperti Nik yang juga saya suka.

Dari segi cerita sendiri tidak ada moment yang dramatis, hanya riak-riak kecil yang bisa diselesaikan dengan cepat. Untuk hal ini kita bisa ucapkan terimakasih atas kematangan sifat Lucas dan Sophie. 

Tapiiiii... apalah romance tanpa drama (asal jangan sedramatis sinetron)?

Dan karena hal inilah saya merasa novel ini agak datar. Tidak ada ‘intense moment’ yang membuat saya berdebar dan membalik halaman dengan penasaran. Bawaannya dari awal membaca sampai akhir lempeng melulu. Yah, ada juga sih sedikit senyum dengan pernyataan ‘tunangan saya’ yang terus menerus dilontarkan Lucas.

Malah buku ini sempat juga saya ‘selingkuhi’ dengan Denting Lara-nya K. Fischer yang manis menggigit. Yang tokohnya, walaupun jauh lebih muda dari Sophie, tetapi sama matangnya.

Segitu dulu review saya, semoga lain kali lebih berjodoh dengan karya-karya Ilana Tan :)

Wednesday, September 3, 2014

Al dente by Helvira Hasan





Judul                     : Al Dente (Waktu Yang Tepat Untuk Cinta)
Pengarang           : Helvira Hasan
Penerbit               : GagasMedia
Tahun                   : 2014
ISBN                     : 978-979-780-731-3
Halaman              : 256
Rating                  : 2,5 of 5 stars

Sinopsis :

Agar matang sempurna, ada takaran waktu yang tepat untuk pasta.
Begitu pula cinta. Ada waktu yang tepat untuk cinta.
Namun, waktu malah mempertemukan kita dengan orang-orang dari masa lalu.

Aku yakin cintamu hanya untuk dia yang selalu kau cinta sejak lama; dan cintaku ini hanya untuknya—orang yang kutunggu sejak dahulu.

Maafkan aku, kau bukanlah orang yang kuinginkan. Kau bukanlah orang yang kuharapkan.

Kita tak pernah tahu pasti kapan cinta datang, bukan? Hanya ketika merasakannya, barulah kita tahu bahwa telah tiba waktunya untuk cinta. Dan, hatiku telah lama merasakan aku ditakdirkan untuk dia; dia yang masih saja membuatku penuh debar saat di dekatnya.

Usah lagi tinggalkan hangat bibirmu di bibirku. Usah sisipkan kata cinta di dalamnya. Lepaskan pelukmu dan kumohon jawab tanyaku; bolehkah aku meninggalkanmu?


Review :

Ben dan Cynara menikah karena perjodohan. Tapi itu bukan berarti mereka tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Cynara dan Dita, adik Ben, malah berteman akrab, begitu pula para orangtua mereka. Tetapi tetap saja, ketika kedua orangtua menjodohkan mereka, Cynara sangat terkejut, Ben sudah dianggapnya sebagai kakak sendiri. Yang lebih mengejutkan Cynara, Ben malah menerima perjodohan tersebut.

Setelah berpikir panjang dan memutuskan untuk berhenti mengharapkan cinta yang tak kunjung datang, Cynara akhirnya menerima perjodohan tersebut. Ben bukanlah lelaki yang diimpikannya untuk menjadi suami tetapi takdir mungkin sudah menuliskan seperti itu.

Pernikahan akhirnya dilaksanakan, dengan Lombok sebagai tempat tujuan bulan madu mereka. 2 minggu kemudian Ben dan Cynara pindah ke apartemen baru mereka. Saat sedang membereskan barang-barang Cynara menemukan album foto Ben, dan didalamnya terdapat foto seorang gadis yang diketahui Cynara dulu cukup akrab dengan Ben.

Saat ditanya Ben dengan jujur mengakui bahwa dulu ia pernah mencintai Milly, gadis di foto tersebut. Tapi cintanya ditolak dan sampai sekarang Ben masih tetap berteman dengan Milly. Cynara merasa curiga, kalau Ben sudah tidak mencintai Milly mengapa ia masih menyimpan foto gadis itu?

Permasalahan bertambah rumit ketika Elbert, cinta yang selama ini ditunggu oleh Cynara, muncul kembali kedalam kehidupannya. Haruskah ia mempertahankan pernikahan yang tidak diinginkannya ini dan mengejar cinta yang pernah terlepas?

Novel Al dente ini merupakan buku yang saya pilih sebagai hadiah saat menang giveaway di blognya Ren. Saya cukup bersemangat ingin membaca buku ini karena bercerita mengenai cinta yang datang sesudah pernikahan. Ditambah lagi dengan konflik cinta lama yang kembali mengusik.

Dulu Mama saya pernah berkata, kalau sudah menikah cinta itu pasti datang. Tapi saya tetap penasaran kapan rasa itu timbul, apa yang menyebabkannya dan di titik mana pasangan tersebut sadar bahwa mereka saling mencintai? Kapan mereka menyadari bahwa pernikahan mereka bukan lagi hanya hasil sebuah perjodohan tetapi juga mengikat hati mereka berdua?

Itu hal-hal yang saya harapkan dari buku ini. Dan jujur saja, saya sangat kecewa...

Apa yang saya temukan di buku ini adalah sebuah perselingkuhan. Tidak adanya niat dan usaha untuk memenuhi janji pernikahan dan mempertahankannya.

Kehadiran orang ketiga merupakan hal yang wajar di munculkan dalam sebuah cerita cinta. Konflik yang dihadirkan untuk menantang kedua tokoh utama agar jujur dengan perasaannya dan saling percaya satu sama lain. Tetapi di buku ini kemunculan orang ketiga hanya memperjelas perasaan tokoh kita Cynara bahwa ia menikah dengan Ben hanya karena memenuhi keinginan orangtua.

Cynara adalah tokoh yang lemah yang berusaha menutupi perasaan bersalahnya dengan menuduh Ben berselingkuh padahal sebenarnya ia yang melakukan hal tersebut. Setiap pertemuan-pertemuannya dengan Elbert membuat saya muak dan semakin tidak menyukai Cynara. Dan di sepanjang buku saya menemukan terlalu banyak kalimat-kalimat yang kurang lebih menyatakan bahwa Cynara tidak pernah menginginkan Ben sebagai suami. Seolah-olah pernikahannya dengan Ben adalah sebuah kawin paksa.

Kalau saya mengharapkan melihat sebuah perjuangan di buku ini, itu saya dapatkan dari Ben. Mungkin karena perbedaan usia mereka yang cukup jauh, Ben bersikap lebih dewasa daripada Cynara. Bahkan saat Cynara menuduhnya macam-macam, Ben mampu menanggapi dengan bijak. Bahkan porsi kemarahan Ben saat tahu Cynara berselingkuh juga cukup pas.

Satu hal lagi yang menurut saya kurang memuaskan adalah konflik yang mulai dimunculkan dalam rentang pernikahan yang begitu singkat. Hanya dua  minggu!

Bagaimana perasaan antara Cynara dan Ben akan tumbuh dan berakar hanya dalam waktu dua minggu? Bukanlah lebih baik orang ketiga ini dimunculkan misalnya setelah setahun pernikahan mereka? Dalam rentang waktu tersebut keduanya sudah cukup mengenal sebagai suami istri sehingga tanpa disadari sebenarnya mereka sudah memiliki perasaan yang mendalam tapi belum ada faktor yang memicu kesadaran tersebut.

Karena ini adalah sebuah novel romans, bisa dibilang saya sudah tahu bagaimana akhir ceritanya. Ben dan Cynara pasti bersatu kembali. Dan di sepanjang cerita saya berharap agar Cynara sadar dan berjuang mendapatkan cinta Ben yang telah disia-siakannya. Tapi apa daya, lagi-lagi harapan saya tidak terkabulkan. Ben dan Cynara memang akhirnya bersama, tapi kebersamaan mereka itu seolah “diberikan” bukan hasil dari perjuangan mereka. 

Jadi kesimpulannya, membaca buku seolah sedang menikmati spagetti yang baru semenit direbus. Belum matang...

Friday, August 8, 2014

Dear Prudence by @danniefaizal




Judul                     : Dear Prudence
Pengarang           : @danniefaizal
Penerbit               : Bentang Belia
Tahun                   : 2014
ISBN                     : 978-602-7975-79-8
Halaman              : 252
Harga                   : Rp. 44.000,- (normal)


Sinopsis

Astaga, rambut gue pitak! Senior gue memangkas jambul kebanggaan gue dengan asal. Demi Tuhan, di sini ada ratusan mahasiswi bening yang salah satunya mungkin bisa gue ‘prospek’ ke depannya. Dengan rambut pitak begini, paling cuma perawan tua penjaga kantin yang bisa gue pacarin. 

"Lo kaya Klingon."
Coba lo bayangin, itu tadi komentar salah satu mahasiswi cantik di kampus gue, Prue. Harga diri gue langsung terjun bebas ke jurang. Klingon, karakter absurd di film Startrek yang berjidat lebar dan jelek banget.

Tapi sejak saat itu gue jatuh cinta sama cewek yang ngatain gue dengan kejam itu. Setiap hari, selama hampir dua tahun gue terus mengejarnya. Teman-teman bilang gue bodoh karena rela nunggu terlalu lama. Nyokap gue malah bilang; bahwa arus hidup kadang membawa kita ke tikungan lain, dan menyarankan agar coba melihat cewek lain. Tapi gue kekeuh, gue nggak mau ikut tikungan lain itu. Dalam hal cita-cita pun begitu. Gue pengin jadi Motion Graphic Designer besar, pokoknya menghasilkan suatu karya besar yang bikin nama gue diingat orang banyak, nggak ada cita-cita lain.

Tapi gue nggak pernah tahu, apakah gue benar ataukah nyokap gue yang benar….


Review

Irvine jatuh cinta kepada Prudence sejak dipanggil Klingon oleh Prue di masa orientasi mahasiswa baru di kampus mereka. Sejak saat itu sampai bertahun-tahun kemudian ia setia mencintai Prue, menemaninya (shopping) saat cewek itu membutuhkannya dan terus berusaha mencari celah yang tepat untuk menyatakan cinta.

Tapi bertahun-tahun berusaha pendekatan Irvine kepada Prue tak kunjung memberikan hasil. Sementara itu hidup terus berjalan, membawa Irvine ke kiri dan ke kanan, melaju mulus kemudian terantuk di jalan berlubang, membawa Irvine yang berusaha mewujudkan mimpi dan meraih cintanya.

Biasanya saya berusaha memberikan rangkuman isi cerita yang lebih panjang dalam mereview, tapi kali ini saya pengen lanjut aja ke hal-hal yang saya pikirkan saat membaca buku ini.

1. Saya suka cover bukunya.

Walaupun bukan penggemar Beatles dan baru tahu kalau ‘Dear Prudence’ adalah salah salah satu judul lagu mereka (setelah membaca review-review buku ini di goodreads), saya mengenali adegan di cover buku ini. Saya pernah melihat salah satu videoklip Beatles dimana para bujang tampan itu sedang menyeberangi jalan dengan bertelanjang kaki (betul ga ya?). Cover buku ini sangat beraroma Beatles.

2. SUKAAA pembatas bukunya! 

Mungil, unik dan cantik. Sayangnya terbuat dari bahan yang terlalu tipis sehingga kurang bisa melaksanakan fungsinya sebagai pembatas buku. Saya harus beberapa kali mencari sebelum bisa menemukan dihalaman berapa pembatas buku ini berada. Ujung-ujungnya saya menggunakan pembatas buku lain yang selalu tersedia dikamar saya saat membaca buku ini. Sepertinya pembatas buku ini mesti saya laminating dulu supaya bisa digunakan...

3. Walau hal ini sudah sering terjadi, tapi tetep aja bikin saya sedikit kecewa. Saya terkecoh dengan sinopsisnya...


Dari sinopsisnya saya membayangkan settingan waktu cerita ini adalah saat Irvine berada di awal tahun ketiga kuliahnya. Lihat kata-kata “masa orientasi” dan “...selama hampir dua tahun gue terus mengejarnya” di bagian sinopsis.

Ternyata saya salah. Alur waktu di buku ini berpindah-pindah dari masa sekarang (sesudah tamat kuliah) dan kemudian meloncat ke masa lalu Irvine (saat magang kuliah). Untung saja perpindahan settingan waktu ini cukup jelas sehingga tidak membuat saya bingung.

4. “Daftar Isi” yang unik

Buku ini terdiri dari beberapa bab yang terbagi lagi menjadi beberapa sub-sub bab. Setiap bab memiliki judul yang sama dengan salah satu judul lagu Beatles dan dilengkapi oleh gambar satu halaman penuh yang berbeda-beda tiap babnya. Yang uniknya, judul-judul bab ini dirangkum dalam sebuah ‘daftar isi’ di bagian awal buku dalam bentuk sebuah piringan hitam.

Saya kagum dengan kreatifitas dan keunikan penulis dan tim penerbit dalam mempersiapkan buku ini.

5. Tokoh-tokoh yang...

Sebagai tokoh utama di buku ini, Irvine sama sekali tidak membuat saya terkesan. Selama membaca buku ini saya merasa gemas (dalam artian negatif) kepada Irvine. Irvine bercita-cita untuk menjadi motion graphic designer ternama tapi ia meremehkan pekerjaan-pekerjaan kecil yang dipercayakan kepadanya. Bukankah sesuatu yang besar bermula dari hal-hal kecil?

Sifatnya yang pemalas tapi ingin dihargai dan etos kerja yang buruk benar-benar membuat saya mengernyitkan dahi. Apalagi saya membaca buku ini tidak lama sesudah membaca Career First.

Perkembangan karakter Irvine juga tidak terlalu terasa. Bahkan setelah menyebabkan perusahaan tempatnya magang dituntut milyaran rupiah. Ataupun ketika ibunya meninggal (spoiler). Hanya dibagian akhir terlihat perubahan Irvine dimana cowok ini ternyata mencapai sukses bukan dari hal yang diimpikannya, tetapi dari hal yang disukainya. Saya cukup menyukai Irvine di bagian ini.

Prudence sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi jalan cerita. Setiap kali muncul kegiatan yang dilakukan oleh Prue adalah berbelanja atau menonton atau ke pesta. Satu-satunya momen saat saya bisa merasakan Prue adalah ketika Prue dan Irvine berlibur ke Kawah Putih. Yang juga merupakan satu-satunya adegan dimana Irvine benar-benar ‘bicara’ dengan Prue.

Lusy adalah satu-satunya tokoh yang menarik dibuku ini. Awalnya gadis ini terasa jutek dan sombong, atau terasa seperti itu karena saya mengenal Lusy dari sudut pandang Irvine. Tapi ternyata Lusy kemudian berubah menjadi teman tempat curhat Irvine tentang Prue. Kejutan terakhir mengenai Lusy membuat buku ini terasa manis buat saya :)

6. Judul?

Dear Prudence adalah judul buku ini. Tapi seperti yang saya tuliskan diatas, Prue sama sekali tidak memberikan pengaruh yang signifikan di buku ini. Bukan Prue yang menjadi tokoh utama, bukan pula Prue yang menjadi jalan cerita.

Buku ini berkisah mengenai seorang Irvine Suherman. Mengenai mimpinya untuk menjadi mograph designer yang menghasilkan karya besar dan dikenang lama, pengalamannya magang di sebuah TV berita nasional, lelucon-leluconnya yang kadang lucu kadang garing, perjalanan hidup yang ditoreh duka, dan juga mengenai cintanya yang seperti bertepuk sebelah tangan.

Bahkan ketika Irvine mencapai kesuksesannya itupun juga bukan karena Prue, tetapi karena kelihaian Irvine mencurahkan perasaan tentang Prue.

Bagi saya buku ini lebih terasa menyenandungkan “Hey Jude” daripada “Dear Prudence”.


Ketika menerima buku ini dari penulis, saya mendapatkan sebuah catatan ucapan terimakasih dari penulis karena sudah bersedia mereview buku ini. Well, seharusnya saya yang berterimakasih kepada Mas Dannie karena sudah mempercayakan harta berharganya ini kepada saya.

Inilah review jujur saya mengenai buku anda. Dan seperti yang dinyatakan Yeast, “...I have spread my dreams under your feet; Tread softly because you tread on my dreams...”, semoga tidak ada kata-kata saya yang menyinggung perasaan...

Dan sesuai tema buku ini yang begitu musikal, saya menulis review ini ditemani La Vie en Rose yang menurut saya sangat menggambarkan impian Irvine tentang Prue :)