Rating : 4 of 5 stars
Sejak pertama bertemu Garrett
Delaney dua tahun sebelumnya Sadie sangat yakin bahwa Garrett adalah belahan
jiwanya. Mereka sangat cocok satu sama lainnya sehingga tidak mungkin mereka
tidak ditakdirkan untuk bersama.
Dua tahun berlalu dan Sadie masih
dengan sabar menunggu takdirnya. Mengabaikan gadis-gadis cantik yang dikencani
Garrett sambil terus berharap bahwa pada akhirnya Garrett akan bisa melihat
betapa hubungan sempurnanya mereka berdua.
Ketika Sadie merasa akhirnya
Garrett tertarik kepadanya, mereka malah terpisah selama liburan. Garrett
menuju kamp menulis dan Sadie tetap di kota kecil mereka bekerja sebagai barista.
Sambil menunggu dan berusaha mengartikan segala ucapan Garret Sadie malah
mendapatkan berita kejutan dari Garrett. Garrett jatuh cinta. Lagi. dengan
gadis yang menurutnya mirip dengan Sadie!
Sadie akhirnya tersadar. Garrett
hanya menganggapnya teman, tidak lebih. Dibantu
teman-teman kerja dan 12 langkah self
help dari ibunya, Sadie pun berjuang untuk melupakan cintanya kepada
Garrett Delaney.
Sudah cukup lama saya tidak
membaca YA karena hampir sepanjang tahun ini saya membaca fantasy. Dan saya
akui saya cukup rindu membacanya. Dan beda dari tema percintaan biasa, di buku
ini malah tokohnya berusaha melupakan perasaan cintanya kepada sahabat yang
telah ditaksirnya sejak awal bertemu.
Sadie dan Garrett hampir tidak
terpisahkan. Sama-sama memiliki hobi membaca dan menulis keduanya selalu
menyisakan waktu untuk selalu bertemu. Atau lebih tepatnya Sadie akan langsung
berlari meninggalkan semua urusannya apabila Garrett memanggilnya.
Ketika akhirnya Sadie membenahi
perasaannya, ia tersadar bahwa selama ini kehidupan berputar disekitar apa yang
diputuskan atau dipikirkan Garrett.
Ia memutuskan minum kopi hitam
walaupun suka cappucino, berhenti membaca novel-novel bodice-ripper romance ibunya karena menurut Garrett buku-buku tersebut
adalah sampah yang menyebut dirinya sebuah karya literatur, membeli tas
selempang yang sama denganGarrett dan menolak berdandan karena (lagi-lagi)
menurut Garrett itu palsu.
I wanted so badly for him to think we were the same: cultured minds, people who know great art and appreciate the classics.
Walaupun saya cukup heran kenapa
Sadie tidak menyadari bahwa semua gadis yang dikencani Garrett dan cewek-cewek
populer dan drama queen.
Sadie pun kemudian berusaha
melepaskan semua atribut Garrett dari dirinya, dan kemudian ia menyadari bahwa
tanpa Garrett ia sama sekali tidak memiliki kepribadian sendiri.
What if the very fabric of me, Sadie Elisabeth Allen, has been molded and shaped so much by who he is... I need to find out who I am without him.
Dan ketika ia sudah bisa
menemukan dirinya sendiri, muncul pertanyaan baru bagi Sadie. Bagaimana jika ia
jatuh cinta lagi? Tidakkah ia ingin bersama dengan orang yang dicintainya? Apakah
itu akan membuat ia terjerumus kembali ke lubang yang sama? Tidak bisakah
mencintai seseorang dengan tetap menjadi diri sendiri?
Novel ini sangat berbeda dengan
novel-novel YA lainnya. Dan menurut saya permasalahan yang dihadapi Sadie ini banyak
dihadapi oleh pasangan manapun di semua tahap kehidupan.
Dari yang saya baca, inti utama
dari cerita ini adalah bahwa ketika kita mencintai seseorang bukan berarti kita
membungkus kehidupan kita agar selalu berputar di sekeliling pasangan kita. Melupakan
kepribadian kita sendiri yang unik, meninggalkan teman-teman dan pergaulan agar
bisa bersama pasangan kita kapanpun dimanapun juga.
Cinta yang matang adalah kesatuan yang menjaga integritas tiap orang, individualitas masing-masing. Dalam cintalah paradoks ini terjadi, bahwa ketika dua manusia menjadi satu, mereka tetaplah dua (sumber :ga inget XD )
4 bintang saya hadiahkan kepada
buku ini. Dengan temanya yang berbeda, penulisan yang bagus dan semua
kutipan-kutipan yang saya highlight di
reader saya :)