Wednesday, January 20, 2016

Jodoh Untuk Naina by Nima Mumtaz




Judul                : Jodoh Untuk Naina
Pengarang       : Nima Mumtaz
Penerbit          : ElexMedia
ISBN               : 9786020263489
Tahun              : 2015
Halaman         : 254
Rating             : 3.5 of 5 stars



Jodoh untuk Naina, Abah yang pilih. Naina ikhlas.
Tapi, kenapa Abah pilih dia?
Dia yang punya masa lalu kelam.
Dia yang pernah diarak keliling kampung karena berzina.
Dia yang tidak sempurna.
Mengapa Abah begitu yakin dia mampu menjadi imam Naina?
Bagaimana Naina harus menjalani kehidupan rumah tangga bersama pria yang tidak dia sukai, bahkan sebelum akad nikah?
Apakah dia adalah jodoh untuk Naina?





Naina hanya hidup berdua dengan ayahnya. Kakak perempuan dan abangnya sudah menikah dan tinggal dengan keluarga masing-masing. Naina yang baru berusia awal dua puluhan ini sangat menyayangi ayahnya. Apalagi sejak Ummi-nya meninggal, Naina yang mengurus keperluan rumahnya. 

Jadi, Naina tidak siap ketika Abah mengabarkan ada yang ingin melamar Naina. Kalau Naina menikah bagaimana dengan Abah nanti? Siapa yang akan mengurusi Abah?

Tetapi Naina juga tidak ingin mengecewakan Abah. Apalagi menurut Abah laki-laki itu seorang yang berbudi baik. Tidak mungkin Abah akan menjodohkan Naina dengan seseorang berperilaku buruk, kan?

Akhirnya Naina menerima lamaran tersebut, tetapi ia menolak menemui calon suaminya hingga hari pernikahan mereka. Dan ketika Naina mengetahui siapa calon suaminya, ia sangat terkejut.

Bukankah calon suaminya itu, Rizal, adalah pemuda yang pernah menggegerkan kampung  mereka dengan perilaku asusilanya? Tertangkap basah berada berduaan di rumah perempuan yang sudah bersuami dalam keadaan memalukan?

Kenapa Abah memilihkan jodoh seperti itu untuk Naina?


Ini novel ketiga Nima Mumtaz yang saya baca. Terimakasih kepada iJakarta saya memilik akses ke buku-buku lokal yang biasanya jarang saya baca. Jadi, selama Desember kemaren saya cukup excited membaca buku-buku lokal yang ternyata bagus-bagus juga :)

Jodoh untuk Naina ini cukup berbeda dengan dua buku lain karya Nima Muntaz yang saya sudah baca. Lebih terkesan kalem, tetapi nggak datar. Kesan awal pertama membaca sinopsis dan beberapa bab awal mengingatkan saya akan novel-novel melayu Malaysia. Down to earth, nggak glamorous tapi manis menggigit.

Saya suka dengan settingan yang berlokasi di kampung ini, membedakan dengan kebanyakan novel yang mengumbar gaya hidup bebas kota besar. Juga gambaran kehidupan kampung yang saling menolong tapi sangat cepat juga menggunjingkan orang lain.

Dengan menggunakan sudut pandang pertama, yaitu Naina, cerita berjalan lumayan cepat di awal. Mulai dari perjodohan hingga menikah hanya memerlukan beberapa bab saja. Agak ke tengah plot agak lambat, karena kekeraskepalaan Naina untuk menolak Rizal, walaupun sudah menikah, terasa agak bertele-tele. Tapi kemudian beralih cepat kembali ketika konflik yang bisa menghancurkan pernikahan mereka timbul. Dari segi bahasa novel ini jauh lebih baik dari Cinta Masa Lalu ataupun Namaku Arjuna.

Karakter Naina menunjukkan seorang gadis yang belum terlalu matang dalam pemikiran, kurang dewasa. Keputusannya untuk tidak menanyakan perihal masa lalu Rizal membut saya agak gregetan. Karena itulah sumber permasalahan dan kurangnya rasa percaya Naina kepada suaminya. Sejak awal hati Naina sudah menolak Rizal.

Tapi jauh dalam hati, aku menolak dan sangat tidak ikhlas menerima Rizal sebagai suami

Dan keputusan Naina untuk kabur dari suaminya saat ada masalah bikin saya memutar bola mata. Sangat, sangat klise. Untung saja Naina memiliki seorang suami yang sangat penyabar dalam menghadapinya. Mungkin karena merupakan anak bungsu dan sangat disayang Abah-nya, Naina menjadi agak manja. Tapi untunglah kesabaran Rizal mampu melelehkan Naina dan menyadarkannya akan tanggung jawabnya sebagai seorang istri.

Sedangkan Rizal merupakan lelaki yang sudah matang. Memang perbedaan umur antara Rizal dan Naina agak jauh. Dan pengalaman buruk di masa lalu membentuk karakternya menjadi manusia yang lebih sabar dan merendah. Dari semula ia terkenal sebagai pemuda yang pandai, kaya dan disukai oleh semua orang hingga menjadi pariah yang tidak dipandang sebelah mata. Gara-gara aibnya, Rizal dan sekeluarga harus pindah dari kampung mereka karena tidak sanggup  menahan malu.

"Meski terlambat, malam itu aku menyadari kalau yang kulakukan bukanlah perkara kecil. Bukan karena itulah pertama kalinya Bang Adzkar menamparku. Bapak juga memarahiku... Tapi, hilangnya harapan dan kebanggaan di mata Ibu dan Bapak"
Tetapi kesalahan masa lalu ini yang akhirnya membentuk Rizal menjadi manusia  yang lebih bijaksana. Dan Rizal ini lumayan romantis. Saya suka adegan ketika Rizal melamar Naina lewat telepon di acara malam lamaran.. Bikin berdebar. Hihihi...

Rasanya konflik wanita ketiga yang menjadi puncak masalah ini muncul begitu tiba-tiba hingga saat membacanya saya merasa ketinggalan sepenggal cerita. Setelah saya balik-balik lagi ternyata enggak.

Overall, ceritanya cukup manis dengan penekanan pada perkenalan dan kedekatan setelah menikah dengan sedikit embel-embel wanita ketiga. Menurut saya buku ini sangat menyegarkan dimana saat ini terlalu banyak novel yang mengumbar nafsu duniawi.

Novel ini sedikit mengingatkan saya akan novel-novel Rehan Makhtar yang juga menguarkan aroma agama yang cukup kental walaupun karya-karyanya tetaplah sebuah novel romans. Dan kemampuan Rehan menerbitkan air mata pembacanya memang tidak ada duanya.

#kokjadibahasrehan sih? :)


2 comments: